Tradisi Budaya Suku Minangkabau di Sumbar – Minangkabau, Sumatera Barat dikenal juga dengan sebutan pengeluaran macau bumi ‘Sitti Nurbaya’. Sebutan ini muncul dari salah satu karya novel Marah Rusli yang berjudul “Kasih Tak Sampai”, di mana salah satu tokoh yang sangat populer dalam buku itu adalah Sitti Nurbaya. Buku ini diterbitkan oleh salah satu penerbit nasional negeri Hindia Belanda pada tahun 1922. Kisah cinta Sitti Nurbaya dengan Samsulbahri yang terhalang oleh Datuk Maringgih ini pernah difilmkan. Melegendanya kisah Sitti Nurbaya ini, setiap tahunnya dikemas dalam sebuah event yang disebut Festival Sitti Nurbaya. Selain memiliki keunikan budaya dari sosok perempuan Minang yang lahir dari karya seorang Marah Risli, Minang juga memiliki banyak sekali keragaman budaya yang lain, yang memperkaya keberagaman budaya di Nusantara.
Pacu Itiak
Pacu Itiak (Balapan Itik) adalah salah satu tradisi mahjong ways 3 unik dari Sumatera Barat khususnya di daerah Payakumbuh dan Limapuluh Kota. Event Pacu Itiak biasanya dilaksanakan di 11 tempat berbeda di Kota Payakumbuh dan Kabupaten Limapuluh Kota.
Tata cara perlombaan Pacu Itiak ini adalah dengan melemparkan Itiak sehingga Itiak pun terbang menuju garis finish. Itiak yang paling cepat mencapai garis finish akan dinyatakan sebagai pemenang. Jarak tempuh satu lintasan Pacu Itiak ini biasanya sepanjang 800 meter.
Upacara Turun Mandi
Upacara Turun Mandi adalah salah satu upacara tradisional masyarakat Minangkabau yang dilakukan sebagai bentuk rasa syukur atas lahirnya seorang anak ke dunia, sekaligus memperkanlkan sang bayi kepada masyarakat. Upacara Turun Mandi ini digelar di sungai (batang aia), dengan prosesi arak-arakan. Upacara ini sendiri hanya bisa dilaksanakan di Batang Aia atau Sungai.
Batagak Pangulu
Masyarakat etnis Minangkabau hidup dalam budaya bersuku dan berkaum. Setiap suku biasanya memiliki seorang penghulu suku atau Datuak. Ketika sebuah suku spaceman atau kaum mengangkat pimpinan kaumnya yang baru maka diadakanlah upacara Batagak Pangulu. Upacara Batagak Pangulu merupakan salah satu upacara besar yang menjadi tradisi masyarakat Minangkabau. Acara ini biasanya diadakan dengan menyembelih kerbau dan mengadakan acara pesta selama 3 hari bahkan sampai seminggu lamanya.
Tabuik
Salah satu tradisi unik yang ada di Sumatera Barat adalah Pesta Tabuik. Perayaan Tabuik merupakan tradisi masyarakat Pariaman, Sumatera Barat untuk memperingati meninggalnya cucu Nabi Muhammad, Hasan dan Husein. Prosesi ini biasanya berlangsung selama satu minggu dengan perayaan puncak yang dinamakan “Hoyak Tabuik” yang dilaksanakan pada tanggal 10 Muharram setiap tahunnya. Salah satu kalimat tentang Pariaman dan Tabuik adalah sebuah Pantun yang berbunyi: “Pariaman tadanga langang, batabuik mangkonyo rami.”
Pada puncak perayaan Tabuik ini biasanya masyarakat dari seluruh penjuru Sumatera Barat akan memenuhi Kota Pariaman untuk menyaksikan “Hoyak Tabuik”. Tidak hanya dari Sumatera Barat, mereka yang menyaksikan prosesi Pesta Tabuik bahkan juga datang dari luar negeri. Event tahunan Kota Pariaman ini memang selalu dinanti setiap tahunnya.
Makan Bajamba
Makan bajamba sering juga disebut Makan Barapak, tradisi ini sampai sekarang masih jamak dilakukan oleh masyarakat Minangkabau. Makan Bajamba adalah tradisi makan dengan cara makan bersama di sebuah tempat, biasanya dilakukan pada hari besar islam, upacara adat atau acara-acara penting lainnya.
Tradisi makan bajamba diperkirakan masuk ke Sumatera Barat seiring dengan masuknya islam ke Ranah Minang pada abad ke-7. Maka tidak heran banyak adab dalam makan bajamba yang sesuai dengan syariat islam.
Balimau
Balimau adalah tradisi mandi membersihkan diri menjelang bulan ramadhan. Kegiatan ini biasanya dilaksanakan oleh masyarakat Minangkabau di lubuak atau sungai. Selain itu Balimau juga memiliki makna lainnya yaitu mensucikan bathin dengan bermaaf-maafan satu sama lain sebelum menyambut bulan suci ramadhan.
Pacu Jawi
Salah satu tradisi unik yang menjadi favorit dari Sumatera Barat adalah Pacu Jawi. Pacu Jawi merupakan tradisi unik yang dilakukan masyarakat Tanah Datar khususnya masyarakat di kecamatan Sungai Tarab, Rambatan, Limo kaum, dan Pariangan. Selain itu Pacu Jawi juga dilaksanakan di wilayah Kabupaten Limapuluh Kota dan Payakumbuh.
Sekilas, Pacu Jawi mirip dengan Karapan Sapi di Madura. Namun yang membedakan keduanya adalah lahan yang digunakan. Jika Karapan Sapi menggunakan sawah yang kering, maka Pacu Jawi menggunakan sawah yang basah dan berlumpur. Selain itu untuk mempercepat lari sapi, joki Pacu Jawi tidak menggunakan tongkat seperti Karapan Sapi, mereka biasanya menggigit ekor sapi.